ENTERTAINMENT

Raffi Ahmad Akhirnya Ungkap Alasan Mundur dari Proyek Pembangunan Beach Club Gunung Kidul

Aktris Raffi Ahmad dikenal ulet dalam berbisnis. Lini usahanya pun sangat banyak, tak hanya dunia hiburan tapi juga pariwisata. Salah satunya adalah proyek beach club di Gunung kidul yang sempat jadi sorotan.

Sayangnya project itu mendapat banyak penolakan dari masyarakat setempat. Inilah yang membuat suami Nagita Slavina itu memilih mundur dari proyek tersebut. Keputusan itu ia sampaikan melalui video yang ia unggah di Instagram pribadinya, Selasa (11/6) lalu.

“Pada momen ini, saya ingin menyampaikan pernyataan terkait dengan berita yang sedang ramai dibicarakan terkait proyek di Gungkidul. Saya sebagai warga negara Indonesia yang taat hukum, mengerti bahwa terdapat beberapa kekhawatiran dari masyarakat terkait proyek ini yang belum sejalan sengan peraturan yang berlaku,” ujar Raffi.

“Dengan ini saya menyatakan akan menarik diri dari keterlibatan saya dalam proyek ini karena bagi saya apa pun yang saya lakukan dalam bisnis-bisnis saya, wajib sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia, terutama harus dapat memberikan manfaat yang baik untuk seluruh masyarakat Indonesia,” ungkap artis 37 tahun itu.

Sekali lagi Raffi menegaskan jika bisnis yang ia jalankan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat, ia tak akan ragu untuk menarik diri. “Jika ini memang belum memberikan manfaat serta dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan, saya akan menarik diri dari proyek ini,” katanya.

Pernyataan Raffi ini diberikan setelah muncul sebuah petisi di laman change.org berjudul ‘Tolak Pembangunan Resort Raffi Ahmad di Gunungkidul’. Petisi tersebut dibuat oleh Muhammad Raadi pada 21 Maret 2024 dan sudah ditandatangani hampir 50 ribu orang.

Petisi yang disebarkan lewat Instagram ini ramai diunggah oleh netizen melalui Instagram Story. Dalam deskripsi petisi, pembangunan resort di Gunungkidurl ini memiliki sejumlah dampak negatif, terutama bagi lingkungan. Seperti kekeringan, krisis air bersih, kerusakan karst, serta banjir dan longsor.

Pembangunan proyek itu ternyata dilakukan di pinggir tebing karst yang menjorok ke arah pantai. Hal ini dinilai sebagai pembangunan yang bersifat merusak, karena Kawasan karst merupakan daerah penyimpanan air.

Terlebih, Kawasan tersebut masuk dalam Kawasan Geopark Gunung Sewu yang terdaftar dalam UNESCO Global Geoparks, posisinya setara dngan geopark di Ciletuh, Sukabumi. *ana