PLEASURE

Mengenal Suku Mentawai, Suku Paling Tua di Indonesia yang Ada Sejak 500 SM

orang suku Mentawai (foto: shutterstock/CW Pix)

Indonesia dikenal dengan banyaknya keberagaman suku dan budaya. Salah satu sukunya yakni suku Mentawai yang merupakan salah satu suku tertua di Indonesia.

Dilansir dari laman resmi Kemlu RI, suku Mentawai adalah suku asli dari Kepulauan Mentawai, Pulau Siberut, Sumatera Barat. Suku ini berada di pedalaman dan sudah ada sejak 500 SM. Bertahan selama berabad-abad, membuat budaya dan adat istiadat suku Mentawai menjadi tangguh dengan fondasi yang kuat dan terjaga di tengah arus modernisasi.

Kepulauan Mentawai sendiri memiliki empat pulau utama, yakni Pagai Utara, Pagai Selatan, Sipora dan Siberut. Wilayah tersebut memiliki luas sekitar 4.489 km yang dihuni sekitar 30 ribuan jiwa. Mereka menggunakan Bahasa Mentawai dengan empat dialek, yakni dialek Siberut Utara, dialek Siberut Selatan, dialek Sipora/Sioban dan dialek Sikakap.

Kebudayaan suku Mentawai yang masih dilestarikan hingga kini yang menjadi daya tarik dari suku tersebut. Berikut beberapa kebudayaan suku Mentawai.

Kepercayaan Sabulungan

Suku Mentawai memiliki kepercayaan dan agamanya sendiri, yakni Sabulungan. Mereka percaya bahwa benda memiliki roh dan jiwa. Jika roh tidak dirawat dengan baik, maka roh tersebut akan bergentayangan yang mengakibatkan kesialan dan munculnya penyakit.

Termasuk percaya bahwa hutan adalah tempat tinggal roh leluhur. Karena itu, mereka sangat merawat alam di sekitar mereka, terlepas dari kehidupan mereka yang bergantung pada alam. Untuk itu, masyarakat Mentawai memiliki kepercayaan kuat pada benda-benda yang dianggap sakral.

Rumah adat suku Mentawai

Masyarakat suku Mentawai tinggal dalam rumah adat yang disebut Uma. Rumah adat ini dibangun di atas tanah-tanah suku. Bangunannya terbuat dari kayu. Menariknya, Uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, melainkan sambungan silang bertakik dan pasak untuk menyambung bahan bangunan.

Uma juga menjadi identitas dari masyarakat suku Mentawai. Ciri khas dari Uma yakni bentuknya seperti rumah panggung dengan tiang dan atap memanjang dengan rumbia atau daun pohon sagu. Bagian bawah uma digunakan sebagai tempat memelihara hewan ternak, seperti babi.

Seluruh makanan, hasil hutan dan pekerjaan dibagi di dalam satu uma. Biasanya, dalam satu uma dihuni lima sampai tujuh keluarga dengan satu garis keturunan. Uma juga menjadi pusat kehidupan suku Mentawai. Mereka melakukan berbagai kegiatan seperti menyelenggarakan pertemuan ataupun upacara adat pernikahan.

Selain uma sebagai bangunan utama, ada juga bangunan lain, yakni lalep dan rusuk. Lalep yang terletak di dalam uma ini sebagai tempat tinggal suami istri yang pernikahannya dianggap sah secara adat. Sedangkan rusuk adalah rumah pemondokan untuk anak-anak muda atau janda yang diusir dari kampung, serta orang-orang yang diasingkan karena melanggar adat.

Tato suku Mentawai

Tato suku Mentawai merupakan tato tertua di dunia, yang sudah ada sejak 1500 SM. Suku Mentawai menganggap tato sebagai identitas yang menggambarkan keseimbangan antara penghuni hutan dan alamnya.

Bagi suku yang masih tinggal di pedalaman, tato dianggap sebagai bentuk pakaian. Bagi dukun suku Mentawai, tato menjadi wajib. Sementara bagi masyarakat Mentawai, tato bukan hal yang wajib.

Uniknya, tato di suku Mentawai ini terbuat dari bahan alami berupa arang, dengan proses pembuatan yang masih tradisional. Sebelum pembuatan tato, para tetua suku akan mendoakan arang tersebut. Hal ini karena tato bagi mereka adalah ritual yang sakral.

Lelaki Mentawai harus di tato, karena bagi mereka tato adalah perhiasan dan keyakinan. Gambar tato Mentawai juga mewakili identitas mengenai tanah asal, status sosial dan seberapa hebatnya pemilik tato sebagai pemburu.

Meruncingkan Gigi

Tradisi kebudayaan suku Mentawai lainnya adalah gigi runcing, yang biasa dilakukan perempuan suku ini. Hal ini karena gigi runcing menjadi simbol kecantikan. Mereka percaya semakin runcing giginya, maka perempuan dianggap semakin cantik dan merupakan tanda wanita sudah mencapai kedewasaan. Selain itu, tradisi ini juga merupakan simbol keseimbangan antara tubuh dan jiwa.

Tradisi ini bertujuan untuk mengendalikan diri dari enam sifat buruk manusia, yakni nafsu, keserakahan, kemarahan, mabuk, kecemburuan dan kebingungan. Proses meruncingkan gigi membutuhkan banyak waktu, karena jumlah gigi yang diruncingkan atau dikerik sebanyak 23 gigi. Alat yang digunakan yakni kayu atau besi yang sudah diruncingkan.

Berburu

Hidup dikelilingi hutan, membuat maysarakat suku Mentawai mengandalkan alam sebagai jantung kehidupan. Salah satunya dengan melakukan perburuan yang dilakukan laki-laki suku Mentawai. Mereka berburu untuk mencari bahan makanan yang nantinya diolah di uma, rumah adat mereka. Namun, kegiatan berburu tidak bisa dilakukan sembarangan. Mereka menyiapkan senjata buruan dan membuat racun alami untuk berburu hewan.

Namun selain berburu untuk memnuhi kebutuhan makanan, masyarakat Mentawai juga mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok. Mereka ememiliki pohon sagu yang nantinya ditebang menggunakan cara yang tepat agar tidak merusak pohon sagu lainnya.  

Tradisi Sikerei

Sikerei artinya dukun yang dipercayai mempunyai kemampuan supranatural dan dekat dengan roh leluhur untuk menyembuhkan penyakit. Proses penyembuhan dilakukan dengan memberi ramuan obat dari tumbuhan yang diikuti dengan tarian mistis bernama Turuk.

Suku Mentawai percaya bahwa jiwa orang yang sakit sedang meninggalkan raga orang tersebut. Karena itulah, mereka menggunakan bantuan Sikerei untuk memanggil kembali jiwa tersebut agar kembali ke dalam raga.